Hukum

Kanit PPA Polres Kubu Raya Diduga Lecehkan Pengacara, Herman Hofi Desak Proses Ganda

Pengamat Hukum Dr. Herman Hofi Munawar mendesak proses Kode Etik dan Pidana terhadap oknum Kanit PPA Polres Kubu Raya atas dugaan pelecehan verbal bernuansa seksual & intimidasi terhadap pengacara wanita.

Kanit PPA Polres Kubu Raya Diduga Lecehkan Pengacara, Herman Hofi Desak Proses Ganda

PONTIANAK - Pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti serius dugaan tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh oknum Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Kubu Raya terhadap seorang pengacara wanita.

Ia menegaskan bahwa kasus tersebut harus diproses secara simultan, baik melalui jalur Kode Etik Profesi Polri (KEPP) maupun jalur hukum pidana, mengingat posisi pelaku yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam perlindungan perempuan dan anak.

“Pemrosesan ganda ini penting untuk menegakkan akuntabilitas institusi kepolisian, melindungi korban, dan memberikan efek jera. Apalagi seorang Kanit PPA seharusnya memiliki moralitas yang lebih baik dalam melindungi perempuan,” tegas Dr. Herman, Minggu, 5 Oktober 2025.

Menurutnya, publik berhak menuntut Kapolsek Kubu Raya dan Kapolres Kubu Raya untuk bertindak tegas terhadap oknum seperti ini. “Jika perilaku seperti ini dibiarkan, maka sulit berharap kinerja Polresta Kubu Raya dapat dipercaya masyarakat,” tambahnya.

Secara internak, kata Herman, oknum Kanit PPA tersebut wajib diproses oleh Propam atas dugaan pelanggaran kode etik berat.

Tindakan mengeluarkan ucapan tidak pantas bernuansa seksual, seperti kalimat “berhubungan badan pun saya ingat di mana dan dengan siapa”, disertai perilaku intimidatif dengan menggebrak meja dan menunjuk wajah, jelas melanggar asas kepribadian anggota Polri, terutama dalam aspek kesopanan, kepatutan, dan integritas moral.

“Apalagi jabatan Kanit PPA bukan posisi sembarangan. Ia bertanggung jawab memberikan rasa aman bagi korban perempuan dan anak. Jika justru bersikap demikian, publik bisa kehilangan kepercayaan total,” kata Herman.

Lanjutnya, pelanggatan ini melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, yang mengharuskan setiap anggota bersikap humanis, profesional, dan menjaga martabat orang lain.

Dr. Herman menilai, jika terbukti, oknum tersebut harus dikenai sanksi tegas berupa hukuman disiplin, demosi, mutasi hukuman, hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada upaya “backing” atau perlindungan institusional terhadap pelaku.

“Jika ada upaya melindungi pelaku, maka hal itu menjadi preseden buruk bagi kepemimpinan Kapolresta Kubu Raya. Ini bukan sekadar masalah personal, tapi menyangkut integritas kelembagaan,” ujarnya.

Selain pelanggaran etik, dugaan pelecehan verbal ini juga kuat mengandung unsur tindak pidana kekerasan seksual nonfisik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Pasal 5 UU TPKS menyebutkan bahwa kekerasan seksual nonfisik mencakup segala perbuatan yang merendahkan atau merusak martabat seseorang atas dasar seksualitasnya. Ucapan pelaku yang bermuatan seksual jelas memenuhi unsur pasal ini, terlebih diarahkan kepada seorang pengacara wanita yang tengah menjalankan tugas profesional.

“Selain pelecehan verbal, tindakan menggebrak meja dan berteriak juga memperkuat unsur intimidasi yang menyebabkan korban merasa takut. Ini bukan sekadar etika, tetapi pidana,” tutur Herman.

Herman menekankan bahwa karena dugaan tindak pidana ini dilakukan dalam kapasitas jabatan, maka pelaku dapat dijerat dengan pemberatan hukuman atas dasar penyalahgunaan wewenang.

Ia juga menyoroti aspek lain bahwa korban merupakan advokat yang sedang bertugas, sehingga kasus ini sekaligus menciderai profesi advokat sebagai Aparat Penegak Hukum (APH).

“Ini bukan hanya masalah individu, tapi bentuk pelecehan terhadap profesi hukum. Wajar jika publik dan komunitas advokat menuntut kejelasan sikap dari pimpinan Polresta Kubu Raya,” tegasnya.

Herman berharap kasus ini menjadi momentum bagi Kapolresta Kubu Raya untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perilaku dan kinerja penyidik, khususnya dalam unit-unit yang berinteraksi langsung dengan perempuan dan anak.

“Institusi Polri harus menunjukkan bahwa mereka serius menegakkan nilai-nilai profesionalisme dan menghormati martabat manusia. Jika ini dibiarkan, kepercayaan publik bisa runtuh,” tutupnya.

M. Hasanuddin
M. Hasanuddin

Jurnalis

Loading...
Baca Artikel Lain ...