Polresta Pontianak Sita 50kg Emas Ilegal dari Kasus Narkoba
Polresta Pontianak berhasil sita 50kg emas ilegal dan tangkap 4 tersangka. Penemuan tak terduga ini berawal dari pengembangan kasus narkoba, diduga terkait PETI.

Pontianak – Sebuah operasi awal yang menyasar peredaran narkotika justru membuka tabir kejahatan ekonomi skala besar. Jajaran Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pontianak, lewat langkah sigap yang mengejutkan, sukses mengamankan 47 batang emas batangan ilegal dengan berat total mencapai sekitar 50 kilogram.
Bersamaan dengan temuan fantastis ini, empat orang terduga pelaku ikut diamankan. Mereka diduga kuat terlibat dalam jaringan perdagangan emas tanpa dilengkapi dokumen resmi.
Keberhasilan aparat penegak hukum ini sontak menarik perhatian khalayak luas, bukan hanya masyarakat umum, tapi juga kalangan akademisi hingga pengamat kebijakan publik. Salah satunya Dr. Herman Hofi Munawar, yang secara terbuka memberikan apresiasi tinggi kepada kinerja Polresta Pontianak.
“Saya sangat mengapresiasi Polresta Kota Pontianak. Sungguh luar biasa. Pontianak berhasil mengungkap kasus sekitar 50 kg emas atau 47 batang emas,” tutur Dr. Herman saat ditemui di sebuah kedai kopi di Jalan Podomoro, Senin (5/5/2025), didampingi Andi Hariadi.
Menurut Dr. Herman, temuan puluhan kilogram emas ini sangat patut diduga kuat punya kaitan erat dengan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), yang memang sudah lama jadi momok di beberapa wilayah Kalimantan Barat.
Ia lantas menyinggung Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terutama Pasal 161. Pasal ini secara jelas menyebutkan bahwa siapa saja yang melakukan penambangan tanpa izin bisa terancam hukuman pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
“Sanksi pidananya serius sekali. Karena itu, kami sangat mendorong Kepolisian agar terbuka dan transparan menyampaikan perkembangan kasus ini ke publik. Ini penting sekali demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum,” tegasnya lagi.
Dr. Herman lebih lanjut mengingatkan bahwa keterbukaan informasi itu krusial. Tujuannya, agar tidak muncul spekulasi di masyarakat atau bahkan upaya intervensi dari pihak-pihak tertentu yang berpotensi mengaburkan jalannya proses hukum.
“Saya yakin Kepolisian Kota Pontianak akan tetap konsisten dan lurus dalam menangani kasus ini. Ini langkah awal yang sangat positif, meski penemuan emasnya awalnya tidak direncanakan,” tambahnya.
Ia juga menghubungkan temuan ini dengan instruksi langsung dari Presiden Republik Indonesia, yang menghendaki agar aktivitas PETI diberantas tuntas di seluruh penjuru negeri, termasuk Kalimantan Barat yang memang dikenal sebagai salah satu daerah yang rawan tambang ilegal.
“Di Kalbar, aktivitas tambang ilegal atau PETI itu hampir merata di 12 kabupaten. Ini momen yang tepat untuk bersih-bersih,” ujarnya dengan lugas.
Dr. Herman berharap kasus ini bisa menjadi pemicu untuk membongkar jaringan emas ilegal yang mungkin jauh lebih besar, bahkan kemungkinan keterkaitannya dengan praktik pencucian uang dan pendanaan kegiatan kriminal lainnya.
Sebagai ibu kota provinsi, Kota Pontianak, menurutnya, punya tantangan hukum yang cukup kompleks dan butuh pengawasan ekstra, baik dari aparat penegak hukum maupun masyarakat itu sendiri.
“Terima kasih banyak untuk jajaran Kepolisian yang sudah bekerja keras. Kami menantikan langkah-langkah strategis berikutnya yang lebih tajam dalam memerangi kejahatan terorganisir di wilayah ini,” pungkasnya.
Secara terpisah, dalam sebuah konferensi pers di hari yang sama, Kapolresta Pontianak Kombes Pol Adhe Hariadi yang diwakili Kasat Reskrim AKP Wawan Darmawan membenarkan bahwa penemuan emas ilegal tersebut memang berawal dari pengembangan kasus narkotika.
“Saat pengembangan kasus narkotika oleh Satuan Narkoba, kami justru mendapati adanya indikasi keterlibatan para pelaku dalam aktivitas perdagangan emas ilegal. Dari lokasi penggerebekan, berhasil diamankan 47 batang emas tanpa dokumen resmi, dan keempat orang yang diamankan tersebut sudah resmi kami tetapkan sebagai tersangka,” jelas AKP Wawan.
Keempat tersangka itu ternyata punya peran berbeda dalam jaringan ini. Tersangka berinisial DN bertugas sebagai admin, SR berperan sebagai operator sistem, sementara SL dan A beraksi sebagai kurir atau pihak yang menjemput emas dari lokasi transaksi.

Hadin adalah reporter berpengalaman di berita hukum dan politik.